- Home>
- Anak , Islam , Pendidikan >
- LOOK, LISTEN And LINK..
Posted by : Sang Pemburu Ilmu
Wednesday, August 21, 2019
BE Stong Family..
Mari kita awali diskusi ini
(hasil belajar 2 hari di Seminar Konselor kemarin.. hehe) dengan kita melihat kejadian-kejadian
yang terjadi di sekitar kita.
Ada kasus siswa yang awalnya dia
sangat semangat dan bagus di akademik dan akhlaqnya tapi suatu ketika ada hal
yang terjadi padanya, bahwa ia ditinggal ayahnya meinggal dunia. Hari-harinya
terus berganti, dari awalnya dia seorang anak yang semangat belajar, akademik
bagus, akhlaqnya bagus. Dia berubah menjadi anak yang tidak punya semangat,
akademiknya turun dan cenderung menjadi anak yang pendiam.
Ada kasus anak lagi, yang dia
ditinggal orang tuanya merantau, dia merasa tidak ada yang mengontrol dan
mengerti apa yang dia inginkan. Dia cari komunitas-komunitas yang bisa menerima
dan mengerti dia, masuklah dia dalam komunitas anak punk dan dekat dengan
kegiatan miras dll.
Masih banyak kasus lagi, seperti
kecanduan gadget, game, video porno dll. Na’udzubillah..
Dan apa yang penulis sampaikan
tadi bukan hanya cerita, tapi terjadi dan ada disekitar kita alias NYATA.
Dengan melihat realita remaja
kita saat ini (yang seperti contoh diatas tadi), mau jadi apa kelak penerus
negeri ini, negeri yang katanya menjadikan Pancasila sebagai dasarnya, menjadi
ideologinya. Apakah para foundingfather negeri ini rela ketika kelak
neregi yang indah ini dipimpin atau diteruskan oleh generasi seperti itu tadi?
Jika itu terjadi, kitalah yang pertama kali pantas untuk disalahkan, kenapa?
Karena hal itu semua terjadi pada zaman kita dan kita diam saja. Pantas kita
dijadikan “TERSANGKA”..
Selanjutnya apa peran kita? Apa
yang bisa kita lakukan?
Dan penulis kira, mungkin kita
semua sdh tahu jawabannya. Tapi ada yang bingung mau memulai, Dari siapa dulu?
mau lakukan apa dulu? Kapan? (ini perasaan penulis, apa yang penulis alami
selama ini..)
Nah, mari kita masuk ke apa yang
penulis tangkap dan resapi dari apa yang disampaikan oleh beberapa tokoh yang
kemarin menjadi narasumber.
Kita mulai dari Siapa dulu?
Diri KITA dulu, Dari Penulis
dulu, penulis harus “sembuh” dulu, kita harus “sembuh” dulu. Kenapa kita harus
“sembuh” dulu. Ambil contoh : _kita mengharapkan anak kita atau siswa kita
sembuh kencanduannya dalam game, nah kita harus “Sembuh” dulu, sebelum untuk
melakukan proses “penyembuhan” terhadap anak/siswa kita, maksudnya kita pingin
anak tidak main game terus, eeh ternyata dia seperti itu lihat bapaknya juga
maniak game, kan lucu.. _
Karena sejelek-jeleknya/senakal-nakalnya
tingkah orang tua/kita pasti menginginkan yg terbaik buat anak2nya tapi mereka
lupa bahwa anak itu tidak cukup saja untuk dinasehati tapi perlu diberi
contoh...
Nah kadang yg menjadi masalah
adalah
1. Anak sudah dititipkan ke
sekolah berbasis islam tp ortunya ndak memberi contoh yg baik juga pas dirumah
(kan sama saja)
2. Ortu tidak konsisten dgn
aturan yg diterapkan dirumah /bapak dan ibunya tidak sejalan memberi
aturan/teladan
3. Kadang ortu yg melanggar
aturan berasumsi bahwa "yg penting anak tidak tau/tidak liat" dia
lupa bahwa Allah itu kan Maha melihat.._
Setelah kita “sembuh”, sudah baik
(bisa membedakan ini benar dan itu salah). Tapi hanya baik tidak cukup, tidak
cukup hidup hanya manjadi baik saja. Orang tua tidak cukup hanya menjadi orang
tua yang baik. Ini banyak contoh kasus anak bahwa mejadi orang tua baik itu
tidak cukup, misal _Ada Bapak-bapak mempunyai anak, Bapak ini sering mengisi
acara dimana-mana, kajian-kajian dimana-mana, motivasi kemana-mana dll, akan
tetapi saat dirumah ada anaknya melakukan suatu kesalahan dan dibiarkan. Bahkan
salah satu anaknya yang terkena narkoba. Setelah ditelisik ternyata bapak ini,
ketika apa yang dia lakukan diluar tidak ia lakukan di rumah_.
Nah dari kasus diatas kita ambil
kesimpulan Baik itu *_tidak Cukup_*. Butuh apa? Anak-anak itu juga butuh
ke*_DEKAT_*an. *_Dekat_*.
Setelah Baik dan Dekat, apakah sudah?
Belum, masih perlu *HADIR.* Banyak diantara kita yang mengalami hal ini.
Baik sudah, Dekat sudah, tapi dirinya tidak HADIR. Ini kalau dicontohkan
seperti ini, misal dalam _suatu keluarga ada orang tua (bapak dan ibu)
berkumpul dengan 3 anaknya di ruang keluarga, anak pertama dia chatingan We-A
dengan temannya, anak yang kedua mainan hp nonton U-tup, anak yang ketiga asyik
main game sendiri, ibu nonton tv, dan bapak tidur._
Apakah kejadian diatas bisa
dikatakan HADIR? Tentu tidak. Meski sudah dekat bahkan satu ruangan tapi hati
dan perasaan masing-masing anggota keluarga berbeda.
Asatidz/Asatidzah yang kami
hormati, Harapannya dengan kita sudah “Sembuh”/BAIK, sudah DEKAT, dan HADIR,
kita bisa FAHAM, kita memahami anak/siswa/santri kita. Kita di tuntut untuk
paham bukan hanya dari sudut pandang kita, tapi dari sudut pandang anak juga.
Untuk bisa tahu dari sudut
pandang anak/siswa/santri kita, banyak diantara kita bahkan penulis sendiri ada
yang keliru atau tidak memahami anak, ketika anak/santri bermasalah atau ada
masalah di sekolah/pondok, kita selaku orang tua/guru/semisalnya sering
langsung mengambil keputusan/menvonis anak tersebut. Iya bisa jadi anak itu
memang salah, tapi bisa jadi anak tersebut punya alasan melakukan “kesalahan”
tersebut, tapi belum kita ketahui dan langsung kita nyatakan “bersalah”. Kadang
hal ini yang sering lupa dalam diri kita. Jangan sampai kita melakukan
penghukuman tapi setelah hukuman dijalankan ke pelaku kita menyesal telah
menghukumnya. (QS. Al Hujurat : 6)
Biarkan anak cerita dulu kepada
kita, mau cerita dulu saja itu baik. Ia mau jujur atau tidak biarkan yang
terpenting cerita dulu.
Agar anak mau cerita ke kita
munculkan perasaan bahwa kita pantas untuk diceritai.. (Bahasa yang tepat apa
ya selain diceritai)...
Pertama yang harus kita lakukan,
Kita harus Hadir (tentunya sudah _sembuh_,serta Kita harus DEKAT).
Kedua, Dengar. Dengarkanlah.
Biarkan dia cerita tengtang dirinya, gali permasalahannya. (jangan disambi
dengan kegiatan yang lain, hal ini bisa menghilangkan rasa kenyamanan tersebut).
Ketiga, Buat dia nyaman, buat
seakrab mungkin.
Keempat, munculkan ikatan
(koneksi antara diri kita dengannya), munculkan rasa Empati.
Kelima, berilah perlindungan,
harapan (motivasi) terhadapnya.
Terakhir, kita harus melakukan
ini semua dengan tulus, ikhlas. Dan hasil serahkan kepada Nya.
***catatan : jangan
banding-bandingkan anak kita dengan yang lain.
Ada 3 prinsip : *_LOOK,
LISTEN, LINK_.*
_Dan untuk kita sabagai
seorang manusia, semua mempunyai pontensi untuk salah dan menghadapi
permasalahan. Mari kita menjadi muslim yang (1) Selalu Memaafkan, (2) Selalu
Bersyukur, (3) Mengingat Mati, dan (4) Beraqidahkan Kuat._
===========================================
Nah Sebenarnya hasil dari Seminar
kemarin, penulis simpulkan hanya disini. Secara teorinya nanti bisa kita share
file materi seminarnya.
*_.....Bersambung....._*
===========================================
Pembaca yang baik, berikan komentar, kritik dan saran demi tercapai kesempurnaan blog ini. Terima kasih atas kunjungannya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments
Post a Comment